Istri-Istri Sah Sang Proklamator




Karismatik, flamboyan itulah sosok Presiden Indonesia Pertama, Sang Proklamator yang disegani dunia yang mampu menyihir masa dengan orasi pidatonya, selain itu pula beliau mempunyai wajah yang rupawan, sehingga banyak gadis yang jatuh dalam pelukannya, mulai dari ibu kostnya sewaktu masih kuliah hingga anak SMA waktu beliau sudah berumur 65 tahun. Dalam catatan sejarah soekarno mempunyai 9 istri
  
1. Siti Oetari (1921–1923)


Siti Oetari adalah putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau dikenal dengan HOS Tjokroaminoto, beliau pemimpin Sarekat Islam sekaligus merupakan istri pertama Soekarno.

Soekarno menikahi Oetari pada tahun 1921 di Surabaya. Sewaktu itu Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto ketika sedang menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas.

Oetari adalah sosok perempuan muda yang dikagumi oleh beberapa pemuda yang tinggal sana, tapi hanya ada dua orang yang memperebutkannya, yakni Soekarno dan Sigit Bachrum Salam.

Oetari dinikahi soekarno sewaktu masih berumur 16 tahun sementara Soekarno sendiri belum genap berumur 20 tahun. Pernikahan keduanya hanya bertahan seumur jagung, karena Oetari yang masih kekanak-kanakan sementara soekarno sudah terjun kedalam pergerakan.

Setelah menikah, Soekarno meninggalkan Surabaya dan pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di THS (sekarang ITB). Soekarno kemudian menceraikan Oetari secara baik-baik.

Konon selama menikah Soekarno belum pernah menyentuh Oetari sama sekali, seperti yang ia katakan:
“Bisa saja saya tidur dengan Oetari jika menghendakinya, tapi belum saatnya melakukan itu. Boleh jadi aku adalah seorang pecinta akan tetapi aku bukan pembunuh gadis remaja.”


2. Inggit Garnasih (1923–1943)


Inggit Garnasih istri kedua dari Soekarno, selama 20 tahun mendampingi Soekarno yang akhirnya harus berpisah karena Inggit tidak mau di madu dan 2 tahun setelah perceraian itu Soekarno menjadi presiden.

Awal mula pertemuan dengan Inggit. Tahun 1921 Soekarno pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di THS yang sekarang ITB.

Soekarno di titipkan oleh mertuanya HOS Tjokroaminoto di Bandung ke teman satu organisasinya yakni Haji Sanusi yang tak lain suami dari Inggit Garnasih.

Siapa Inggit Garnasih

Inggit Garnasih lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 17 Februari 1888. Saat masih remaja, Inggit merupakan kembang desa di kampungnya, karena mempunyai wajah yang cantik.

Inggit dinikahi Nata Atmaja, seorang patih di Kantor Residen Priangan. Namun, pernikahannya tidak bertahan lama dan berakhir dengan perceraian. Kemudian, Inggit menikah lagi dengan seorang pengusaha yang juga aktif di organisasi Sarekat Islam bernama Haji Sanusi yang tak lain teman HOS Tjokroaminoto. Pernikahan mereka sebenarnya baik-baik saja meskipun tidak dibilang bahagia karena Inggit sering ditinggal Sanusi yang terlalu sibuk mengurus usaha juga organisasinya. Hingga datanglah Soekarno

Saat tiba di Bandung Soekarno baru berusia 20 tahun sedangkan Inggit sudah berusia 33 tahun. Jarak usia yang terpaut 13 tahun lebih muda, tidak menghalangi rasa cinta Soekarno kepada Inggit. Semenjak awal bertemu Soekarno sudah mengagumi Inggit yang dewasa serta cantik, walaupun saat itu Soekarno statusnya masih suami dari Siti Oetari, namun rasa cinta Soekarno terhadap Oetari  layaknya saudara, Soekarno pun menceraikan Oetari dengan baik-baik. Akhirnya tahun 1923 Soekarno menikahi Inggit, selama 20 tahun Soekarno mengarungi rumah tangga dengan Inggit tanpa dikaruniai anak.

Catatan sejarah hidup antara Soekarno dengan Inggit terlihat begitu romantis. Inggit bisa menjadi ibu, istri, dan teman yang selalu menemani langkah perjuangan Soekarno. Kisah perjuangan Soekarno di Bandung dimulai saat dia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927, dan  pada tahun 1943 Soekarno menceraikan Inggit karena tidak mau dimadu.

Setelah hampir 20 tahun bersama melalui susahnya kehidupan, dari penjara hingga pengasingan, Soekarno dan Inggit akhirnya resmi berpisah pada pertengahan 1943.

3. Fatmawati (1943–1957)


“Ceraikan istrimu jika ingin menikahi aku”

Syarat itu akhirnya dipenuhi oleh Soekarno dengan menceraikan Inggit Garnasih.

Soekarno menikah Fatmawati tahun 1943, Fatmawati masih berusia 20 tahun, sedangkan Soekarno 41 tahun, pengucapan ijab kabul Soekarno dengan ayah Fatmawati diwakili kerabat Bung Karno, Opsetter Sardjono. Karena saat itu Soekarno sibuk dengan kegiatannya di Jakarta, sementara Fatmawati berada di Bengkulu.

Pada 1 Juni 1943, Fatmawati dengan diantar orangtuanya berangkat ke Jakarta melalui jalan darat. Sejak itu, Fatmawati mendampingi Soekarno dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pernikahan akhirnya dikaruniai lima putra-putri, yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.

Tidak banyak yang tahu bahwa Fatmawati sebenarnya keturunan Kerajaan Indrapura Mukomuko. Sang ayah, Hassan Din, adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur. Putri Bunga Melur berarti putri yang cantik, sederhana, dan bijaksana. Tidak mengherankan bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi.

Walau berdarah bangsawan, Fatmawati kecil tidak dimanjakan. Fatmawati yang nama aslinya Fatimah lahir pada Senin, 5 Februari 1923 di Bengkulu.

Belum genap mereka mengarungi bahtera rumah tangga, Soekarno tak kuasa menahan gejolak cintanya kepada wanita lain bernama Hartini. Inilah salah satu pangkal sebab terjadinya perpisahan yang dramatis antara Sukarno dan Fatmawati.

4. Hartini (1952–1970)


Hartini adalah istri keempat Soekarno, yang dipersunting setelah Fatmawati. Ia bukanlah perempuan dengan pendidikan tinggi luar biasa, apalagi datang dari keluarga kaya raya. Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924, ia menikah dengan Soewondo dan menetap di Salatiga dan menjadi janda pada usia 28 tahun dengan lima orang anak.

Tahun 1952 di Salatiga, Hartini berkenalan dengan Soekarno yang rupanya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Saat itu Soekarno dalam perjalanan menuju Yogyakarta untuk meresmikan Masjid Syuhada.

Setahun kemudian, Hartini dan Soekarno bertemu saat peresmian teater terbuka Ramayana di Candi Prambanan. Melalui seorang teman, Soekarno mengirimkan sepucuk surat kepada Hartini dengan nama samaran Srihana.

Dua hari setelah Guruh Soekarno Putra lahir, tanggal 15 Januari 1953, Soekarno meminta izin Fatmawati untuk menikahi Hartini. Fatmawati mengizinkan, namun kemudian menyebabkannya menuai protes dari berbagai organisasi wanita yang dimotori Perwari yang anti poligami. Soekarno dan Hartini akhirnya menikah di Istana Cipanas, 7 Juli 1953

Pada masa tahun 1950-an, saat nasionalisme dan revolusi sangat kuat mewarnai citra diri Soekarno, membuat peran Hartini di Istana Bogor sangat besar dan ia menjadi satu-satunya istri yang paling lama bisa bertemu dengan Soekarno.

Sejarah mencatat, Hartini telah mengisi paruh kehidupan Soekarno. Dia lambang perempuan Jawa yang setia, nrimo, dan penuh bekti terhadap guru laki.

5. Ratna Sari Dewi Soekarno (1962–1970)


Ratna Sari Dewi Soekarno lahir dengan nama Naoko Nemoto di Tokyo, 6 Februari 1940, ia geisha yang begitu sempurna di mata Soekarno. Dewi adalah istri ke lima Soekarno, ia anak perempuan ketiga dari seorang pekerja bangunan di Tokyo. Ia lahir dari keluarga sederhana, sehingga Dewi remaja harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda, sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada tahun 1955.

Dewi berkenalan dengan Soekarno lewat seorang relasi ketika Soekarno berada di Hotel Imperial, Tokyo. Kemudian Soekarno menikahinya secara diam-diam pada tanggal 3 Maret 1962, saat itu usia Dewi berusia 19 tahun, bersamaan dengan peresmian penggunaan nama baru beliau menjadi Ratna Sari Dewi berikut hak kewarganegaraan Indonesia, mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Kartika Sari Dewi Soekarno.

Menjelang redupnya kekuasaan Soekarno, Dewi meninggalkan Indonesia. Setelah lebih sepuluh tahun bermukim di Paris, sejak 1983 Dewi kembali ke Jakarta. Pada 2008, ia kembali ke Jepang dan menetap di Shibuya, Tokyo.

Pada 1994, Ratna Sari Dewi menggegerkan publik dengan menjadi model di sebuah buku foto berjudul "Madame De Syuga" dengan menampilkan tubuhnya setengah telanjang. Buku tersebut terbit di jepang pada 1998 dan dilarang beredar di Indonesia karena dianggap mencoreng nama baik proklamator Indonesia. Kritik pedas masyarakat Indonesia yang dilontarkan kepada Ratna Sari Dewi hanya ditanggapi enteng olehnya, sebab menurutnya buku yang diluncurkannya adalah sebuah hasil karya seni yang menunjukkan bahwa perempuan usia lanjut masih memiliki lekukan tubuh yang indah.

6. Haryati (1963–1966)


Haryati adalah istri keenam Soekarno. Sebelum menikah dengan Soekarno, Haryati adalah mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian.

Soekarno dan Haryati akhirnya menikah pada tanggal 21 Mei 1963. Saat itu Haryati berusia 23 tahun sedangkan Soekarno sudah berusia 62 tahun.

Kisah cinta Soekarno dan Haryati hanya berlangsung singkat, 3 tahun usia perkawinan mereka tanpa menghasilkan anak, Soekarno menceraikan Haryati karena beralasan sudah tidak ada kecocokan diantara mereka berdua.


7. Yurike Sanger (1964–1968)


Yurike Sanger adalah istri ketujuh Soekarno, pertemuan pertama Soekarno dengan Yurike yang waktu itu masih duduk di bangku SMP ketika Yurike mengikuti Barisan Bhinneka Tunggal Ika.

Seiring dengan intensintas pertemuan keduanya, benih-benih cinta mulai tumbuh, mulai dari duduk bersebelahan hingga mengantarkan Yurike pulang kerumahnya.

Setelah menjalin hubungan selama beberapa waktu, tahun 1964 Soekarnopun menikahi Yurike secara Islam di rumah Yurike dengan berjalan singkat.

Hubungan mereka sangat singkat, kekuasaan Soekarno pudar, puncaknya tahun 1968 setahun setelah pemakzulan Bung Karno dengan keadaan keuangan yang tidak menentu, Soekarno meminta Yurike untuk mengajukan cerai, karena Yurike sendiri masih muda dan Soekarno menganggap lebih baik seperti itu daripada mereka bersama.

8. Kartini Manoppo (1959–1968)


Kartini Manoppo adalah istri kedelapan Soekarno, ia menikah dengan Soekarno pada tahun 1959. Kartini adalah wanita dari Bolang Mongondow mantan pramugari Garuda Indonesia.

Pertama kali Bung Karno mengetahui Kartini Manoppo dari lukisan Basuki Abdullah. Ketika melihat lukisan tersebut, Bung Karno terpesona dan dari situlah di mulai hubungan antara mereka berdua, awalnya Bung Karno meminta Kartini untuk iktu terbang setiap kali sang Presiden melakukan kunjungan luar negeri.

Akhirnya pada penghujung tahun 1959 pasangan ini menikah, dan pada tahun 1967 keduanya dikaruniai seorang putra bernama Totok Suryawan Sukarno.

Dia terlahir dari keluarga terhormat, sehingga Kartini menutup rapat-rapat pernikahannya dengan Bung Karno. Sejarah mencatat, Kartini merupakan istri kedelapan Sang Putera Fajar.

9. Heldy Djafar (1966–1968)


Heldy Djafar gadis asal Tenggarong Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ini adalah istri kesembilan Soekarno, ia dinikahi oleh Bung Karno ketika masih berusia 18 tahun, padahal waktu itu usia Bung Karno sudah menginjak 65 Tahun.

Keduanya menikah pada tahun 1966 disaat kekuasaan soekarno sudah mulai tenggelam, pernikahan mereka hanya bertahan selama 2 tahun, Soekarno diasingkan di Wisma Yaso, sehingga komunikasi diantara keduanya pun semakin terhambat dan hubungan yang ada pun semakin merenggang.

Akhirnya pada pertengahan tahun 1968 Heldy Heldy yang berusia 21 tahun menikah lagi dengan seorang pria bernama Gusti Suriansyah Noor. (sumber: wikipedia.org)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Istri-Istri Sah Sang Proklamator "

Post a Comment