Pada pertengahan diujung senja ini, lelah, jenuh, kurasakan tanpa ada sesuatu yang harus saya pertanggungjawabkan, mungkinkah selepas senja itu turun dari lembayung merahnya tenggelam, lelah, jenuh akan hilang bersama perginya senja itu? Kemudian daripada itu perempuan berwajah ayu itu menghampiri dengna tanpa rasa kikuk dan bersender dipundakku yang kecil ini.
Ah, tak akan mungkin suatu hal yang mustahil, tak mungkin suatu kejadian yang sungguh tak akan berubah, walaupun dalam kenyataan hampir akan sama seperti dalam mimpi, buaian itu semua kebanyakan berada di negeri dongeng di negeri khayalan. Ya, seperti dalam dongeng, daku memelihara perasaan itu, sebuah perasaan yang sepatutnya daku buang jauh-jauh dari negeri kenyataan yang hampir menghimpit sebuah perasaan yang lunak ini.
Bukan tak semestinya jika sekiranya saya sendiri akan terjebak dalam ruangan yang berhimpitan itu, bila sekiranya hamba yang lemah ini perpangku tangan akan adanya yang empunya alam. Perasaan yang terombang-ambing yang begitu dahsyatnya bagai badai tsunami, mengerikan namun begitulah gelora yangkurasa pada detik-detik akanmenjelang ujian akhir semester itu. Semestinya saya harus konsultasi terlebih dahulu kepada yang lebih awal masuk dalam perguruan tinggi, kemungkinan besar saya akanmemetik pengalaman dari kawan-kawan sebelum daku. Sudahlah tak akan say abiarkan tahun depan akan menimpa nilaiku.
Memerangi atau pun membunuh perasaan itu sama halnya dengan mati mendadak tanpa ada pembekalanan terlebih dahulu, akan menuju ke alam sesudah mati itu. Walaupun demikian sepertinya tersembunyi sebuah perasaan yang sangat dahsyat, akan mengalami sebuah dobrakan yang pada ujungnya hingga pada usai dalam pertempuran. Sebuah perang batin menyelusup dalam relung ruangan yang sangat parah bila semuanya mencatat apa yang menjadikan kalbu ini meminta untuk menjerit sekuat hatinya memihak pada yang akan menarik unjung dari perasaan khayal
Perempuan itu akan tetap menunggu sebuah jawaban dari komitmen sebelumnya, entah komitmen seperti apa yang beliau emban dan tanggung seberat itu. Yang saya dengan rdari surat kabar bahwasanya lelaki saleh itu tetap berada dalam urutan pertama dari kalbunya. Lelaki itu rajin ibadah, ulet mencari ilmu, tak henti memtik amal kebaikan hingga perempuan itu luluh lantah idiologisnya akan perangai budi pekerti lelaki tak berujung itu. Ia berharap suatu saat pertemuan dikursi yang bermahkota akan ia emban bersamanya tanpa ada perselingkuhan ata sebuah perasaan terhadap orang lain, mungkin termasuk daku orang Indonesia. O, sangat mengesankan sebuah sejarah yang akan saya catat oleh tinta emas, dan akan kuabadikan seperti halnya sejarah Indonesia. Dari akan perpasalah yang saya dapat dari analisis sosial, sebuah pertanyaan yang sangat fundamental namun urgen, apakah lelaki yang ia anggap itu adalah sebagai malaikat, ataupun dewa penolong untuknya? Bukankah idiologis tidak akan berjalan tanpa pragmatis terpenuhi?
Melewati dendang syair yang kuperbuat seindah mungkin, berharap akan menyejukkan kalbunya dari lamunan panjangnya yang tida ujung. Dalam lamunan panjang pun saya akan berharap tanpa batas tentang sebuah cerita cinta untuknya.
Berbesar hati bila Tuhan mengijinkan pertemuan yang sederhana akan mengecap indahnya pejumpaan itu, akan daku ucapan seuntai sajak rindu padanya. Baca daku sampai bait terakhir, kira-kira seperti itu seuntai pujangga kacangan. Sebenarnya pertemuan sebentar tanpa ada pembatas akan menimbulkan sebuah kefitnahan pada jasadnya, pun padaku, dan pasti akan mengosongkan rohnya dengan tekanan yang daku perbuat.
Kulihat awan itu akan segera kelabu, rinai hujan pun akan kurasai dimalam ini. Mungkinkah sebuah perjuangan pecinta akan mengalami hambatan dari sebelumnya? Pasti, sebab hidup tak akan lama bila dibandingkan dengan hidup sesudah mati.
Malam yang tak berujung kiranya akan menjadi saksi kebisuan perempuan itu, ringkih jasad yang dia perbuat akan saya perlakukan semestinya, bila lusa jasad dan roh berpisah, ujian pun akan saya upayakan untuk belajar bersama, dan orangtua pun akan senang bila anak-anaknya mempunyai nilai ipekanya lebih dari tiga, empat andai jika bisa. Ah, keterlaluan, ini tak mungkin akan saya raih sebab dirinya tetap membisu akan hadirnya kata maaf yang terlontar dari mulutnya. Dan saya akan menunggu sampai menjelang siang saya bincangkan seluruh dunia daku bukanlah yang ia sangka dalam riwayat cintanya.
Sapen, 18.64 PM WIB
0 Response to "Coretanku # Jum’at, 02 Desember 2005 pukul 18.64 am"
Post a Comment