Coretanku # Jum’at, 09 Desember 2005

Semenjak tadi rasannya saya tidak bisa berbuat sesuatu apapun padanya, ketololan, kedunguan hanyalah milik daku saat itu, kecuali tanpa sadar hati ini bergetar, seolah ada kekuatan yang akan menyelinap dalam relung kalbu ini. Entah kekuatan apa yang mampu saya rasakan saat perempuan berwajah ayu itu bertutur kata lewat media yang tak daku bayangkan, suaranya bertutur halus lembut bagai bayangan hilang yang akan dicari orang sepanjang yang akan dia kenang. Sungguh daku sangat terpesona akan keindahan lembut suaranya itu, melankolis, seakan perasaan kacau pun dinina bobokan olehnya, hanyut bak seorang bayi yang akan hendak menjelang tidur. Tak terasa hati ini bergetar, ingin merangkulnya, memeluknya bak seakan dalam drama radio yang ia perankan. Saya tidak percaya bahwa beliau sangat mampu untuk mengiringi alunan melodi irama itu, sungguh keajaiban, bak terhipnotis bila daku mengenang akan hal itu.

Perempuan berwajah ayu itu, menyuguhkan suasana hati yang payah, yang tak biasanya. Entah setelah itu atau pun tidak, perempuan itu hanya mampu memberikan suatu senyuman yang amat getik, yang seoalah detik hanyalah kegelisaan yang ia ecap. Kupandangi disudut bibirnya yang menghitam atas cerobohan lipstiknya, irama yang ia pergunakan, manis tetap daku iringi dengan perasaan mengenangnya dan akan saya perbuat dalam bayangan impian yang indah. Ah, daku tak sanggup untuk mengulang kejadian itu, bila program dalam kelas itu bukan sebatas basa-basi.

Hari ini adalah sebuah sejarah, saya melihat dan menatap yang tak akan saya lupakan, untuk kesekian lamanya waktu terkubur. Sepertinya dia akan mengenang celah sempit yang terdahulu, semenjak pertemuan itu dalam waktu yang amat panjang dan cenderung berulang, dialah lelaki yang beliau anut sebagai sosok yang sangat sepadan dengan pengetahuannya, beliau guru ngajinya, lebih tua darinya. Dalam hal ini kerinduan akan seseriusan jasad yang ia punya hanya seolah fatamogana yang tak akan ia ecap untuk kesekian lamanya hidup di dalam dunia ini O, jika sekiranya perempuan ayu itu mengerti akan hal kalbu yang lunak ini, sekiranya juga beliau akan mengirimkan sesuatu yang amat berharga akan ketenangan hati diri ini. Sayangnya, beliau tidaklah mengerti akan keheningan kalbu kosong ini, seolah hanya dakulah yang seharusnya memberikan suatu penghargaan dalam kaliamat itu, terhadapnya, dihadapnya. Amatlah sungguh memberatkan dalam ukuran yang sangat lamban ini, daku bukanlah seorang yang akan menjadi martir diantara tumpukan darah yang bau amis, daku hanya seorang pengembara yang lunak akan kehadiran asmara yang terpendam.

Sangat jauh dan bahkan akan lama, bila daku berkeinginan, bahwa suatu saat perempuan berwajah ayu itu mengerti dan mengetahui akan jasad yang sering merindu ini terhadapnya. Bukan tak mungkin jika sekiranya saat ini, detik ini, daku mengutarakan maksud hati yang paling dalam kepadanya, akan tetapi adalah sebuah resiko yang amat pahit bila kenyataan itu harus daku telan, andai setelahnya tak ada tanggapan yang empunya perasaan mati itu

Daku tak ingin, tubuh daku yang amat ringkih ini bertambah ringkih, dengan hadirnya beban pikiran yang amat serius menghantam pada lunaknya perasaan merindu terhadapnya. Saya sangat percaya andai bila permepuan ayu itu mengetahui sebuah pengharapan di balik pemandangan yang dianggap tabu ini adalah sebuah instropeksi diri terhadapnya. Tapi tak apalah ini adalah merindu pada bukan yang haknya, saya merasakan getaran andai perempuan itu hanya sebuah onggok daging yang tak bertulang, payah dan mudah terakut dalam adaptasi yang baru.

Teruntuk perempuan berwajah ayu, yang saat itu mengenakan kerudung hitam serta mengenakan pakaiana yang sepadan dengan keingiana hati ini, daku ucapkan bayak kehangatan yang engkau berikan terhadap ruangan itu. Terima kasih, kelak semoga suatu saat nanti engkau mengetahui apa yang menjadi kegelisahan yang amat berharga dan membeku.
 
Kelak kita akan berjumpa kembali dalam suasana dan ruang yang sama, namun dalam hati yang berbeda hal asmara merindu masing-masing, namun tak perlu engkau risaukan hati ini tak mengembara pada perassan lain, dan akan daku biarkan bila pengembaraa itu hanyalah padamu seorang, yang akan membuat hati bergetar dalam perjumpaan yang murni dan suci itu.

Semoga perjumpaan ini tidaklah hanya sebatas tipu daya muslihat rekayasa dunia, tanpa ada sesuatu yang membuat engkau tersingguh, daku mohon pamit. Esok atau lusa, hati engkau akan bersatu, dalam hati ini.

Sapen, 09.27 AM WIB
 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Coretanku # Jum’at, 09 Desember 2005"

Post a Comment