Entah berubah atau pun tidak daku tak menyangka bahwa sesungguhnya beliau lebih memilih yang terbaik untuk diriku dan untuknya. Ini bukan suatu alasan yang tepat andai beliu berucap bahwa dirinya bahagia dalam keterpurukan hatinya.
Daku mengerti kalbu beliau sedang mengalami gonjangan yang Mahadasyat, sedahsyat stunami yang menimpah kaum Aceh. O. Laksana kerdil bila daku membodohi diri ini andai sekiranya daku tidak mengatakan yang sejujurnya bahwa kalbu ini sering terpaut bila mana mengenangnya, terpaut bila mana mal tiba.
Wajahnya, keindahan pribahasanya, pun halnya perangai hati mulianya. Sebenarnya hati kecil ini, dirinya membodohi ataupun bisa dikatakan menghianati hatinya yang paling dalam, daku paham jilalau kalbu beliau mengharapkan seseuatu keajaiban terhadap arti perjalanan hidupnya, apa yang menjadi pengharapannya adalah semu semata, walau beliau mengklaim pujaannya adalah seorang malaikat yang Mahasuci, tapi nyatanya, sangat memalukan dipuja ternyata seorang bajingan.
Daku ingin sekali menginginkan kalbunya berpaling darinya untukku. Tapi apalah dayaku untuk tetap tidak menjadi seorang martir dari sebuah perjalanan cinta yang sangat daku puja.
Biarlah, sekarang untuk esok, dan esok untuk masa depanku, untuknya selamanya kekal nan abadi. Kupuja beliau namun dalam khayalan, kurindukan beliau hanya dalam mimpi dan kenyataan adalah semu yang kudapat untuknya dan untukku, sebab beliau lebih memilih untuk menjadi seorang yang munafik dari yang tidak sebelumnya.
Daku berharap suatu saat kejadian yang daku harapkan mampu berinteraksi dalam hatinya, berbagi dalam lamunan asmara berbagi dalam kesetiaan, tanpa berharap banyak hanya inilah sebuah sambutan yang semu dan absur.
Sapen, 23.52 PM WIB
0 Response to "Coretanku # Jum’at, 16 Desember 2005"
Post a Comment