Angin pagi berhembus, keadaan masih sepi, teko pun isinya sudah tak
bersisa, hanya kelelahan dan kengantukan terlihat dari keadaan Abas. Saya
memandang keadaan raut wajah sahabatku itu, sungguh pandangannya sangat datar.
Abas masih terpaku.
Adzan berkumandang, mendendangkan suara keagungan Tuhan. Angin berdesir
dari kesunyian. Riuk lambai dedauan berjatuhan. Surau itu hanya sebuah kenangan
dari episod asmara berahi seorang pemuda dalam perenungannya.
Teramat wajarlah bila sang anak manusia mempunyai dosa dan noda, sebab
manusia bukanlah malaikat ataupun setan yang selalu salah.
Saya dan Abas mengambil air wudlu dan melaksanakan salat subuh.
“Keikhlasan dalam beribadah adalah kekuatan dalam jiwa seseorang yang
kukuh untuk setia terhadap Tuhan-Nya. Begitupun Husein, seorang yang bisa
dikatakan kaya akan dosa akahirnya meninggal dengan kematian yang indah. Sebuah
kematian yang diidam-idamkan oleh setiap muslim yaitu Khusnul hotimah. Hanya
keesaan Allah-lah Husein mampu bertahan. Berpisah dengan orang-orang tercinta,
orang-orang yang dekat dengannya. Kiranya tak ada seorang yang mampu membendung
keagungan Allah, terbukti Husein hina di depan manusia namun mulia di hadapan
Allah. Hanya dengan salah satu langkah semuanya hancur. Hancur dan bercerai
berai. Itulah sekenario Allah yang tak akan mampu dijawab oleh manusia itu
sendiri. Semoga Husein dan keluarganya diberikan magfiroh oleh Allah.”
Pagi tiba, kira-kira pukul tujuh Abas pamitan untuk segera bertugas ke
Kalimantan. Kupandangi kepergian Abas.
Dan kembalilah kekeadaan kesemula surau itu. Sunyi dan sepi.
0 Response to "SESAL # 17 Penutup "
Post a Comment