Coretanku # Rabu, 30 November 2005

Malam ini masih seperti malam-malam berikutnya, sepi, mendung, redup seperti lampu pijar yang akan kehabisan minyak tanah. Kurenungkan kalbuku dalam perenungan yang nyata, berharap tidak akan sia-sia melakukan hal semacam itu, sebab malam ini terlalu penjang untuk saya lewati tanpa kerinduan yang tak pasti kumiliki seutuhnya, insomniaku kambuh inilah yang saya takutkan berlalu tanpa ada keingianan dalam proses dan mataku saat ini menerawang tanpa pembatas kecelah bilik kecil yang disinari lampu lima watt, redup, sepi seperti malam ini. O, betapa galaunya hati ini mengenang, dengan tidak memikirkan betapa dia tidak merindukan daku, walau sekalipun diri ini mati akan kerinduan dirinya. Sungguh perbuatan yang tidak adil untuk kulakukan, mengejar nirwana tanpa makna itulah diri ini, setengah mati menyanyat pedih hanya untuk mencari perhatian dirinya. 

Namun saya mencoba menjadi seorang martir, saya memberanikan diri tak sedikit pun saya bergeming hanya untuk kehilangan hidup bersamanya, tanpa dia saya bisa hidup, tanpa dia saya bisa melakukan hal yang terbaik, tanpa kecuali hidup tanpa untuk dia pun saya bisa memberikan suatu hal yang bermakna untuk diri ini, untuk orang terkasih bukan engkau, buat sahabat tercinta, untuk Tuhan Yang Mahabijaksana. Sepertinya alasanku untuk meminta sekedar maaf tak akan digubris olehnya, sekalipun saya mengeluarkan air mata darah, rasa ibaku tak akan dihiraukan olehnya. Entah hati semacam apa yang dia miliki seakan tidak akan luluh dengan dalih igauanku walau malaikat sekalipun menjelma sebagai saksi akan kebenaran diri ini. Malang benar nasib ini, tapi semuanya bukan untuk saya sesali, biarkanlah keegoannya menyergap jiwa hampaku akankunikmati walau empedu yang kurasakan, yang jelas dirinya memang bukan untuk diriku dan diriku bukan untuk dirinya.

Sungguh terpaan yang sangat tidak mudah untuk saya hadapi sendiri, disaat diri ini dalam keadaan terpuruk tanpa ada sesuatu yang membuat kalbu ini teguh pada aturan idealisme yang terdahulu. Keindahan, cumbuan hanyalah sebagai penghias malam tiba, penghantar tidur yanghampir tak puas saya nikmati sepanjang malam, biarlah kesemuanya tak akan saya alami kembali, utuh abadi daalm sejarah asmara yang dibuat anak hawa yang angkuh. Rindu, tak akan saya rasakan berikutnya dan selanjutnya pun. Demi masa depan yang akan saya hadapi untuk kekal abadi dihadapan Tuhan, maka sekiranya saya akan menerima dogma yang dahulu saya tentang. Maka dengan ini saya tidak akan biarkan kerinduan akan dirinya menghiasi sepanjang kalbu nafasku, bila hanya sekedar menyakiti dan menguliti naluri keindahan dalam kalbuku, biarlah dirinya hanya sebagai mumi yang mati dihadapaku.

Kini kerinduan asmara hilang bersama perginya perempuan itu dihadapan kepedihan kalbu ini, yang kiranya tidak akan terobati walau setahun, sewindu bahkan seabad sekalipun. O, proses waktu yang sungguh lama bagi diri ini yang lemah, bagai seonggok daging yang lembek tanpa tulang.

Perempuanku, engkau pasti tahu hal ihwal kegalauan kalbuku saat ini. Betapa rindu menyanyat kalbu, yang tak akan kubiarkan berdarah sampai menemukan kehangatan pelukan engkau dalam dinginnya malam ini. Engkau masih daku sayang, tak akan saya lupakan keindahan bersama dikau walau batin ini terlalu dalam untuk kusembuhkan, walau biaya pengobatan saat ini masih murah, tapi bukan itu masalahnya engkau pergi tanpa ada alasan yang jelas meninggalkan luka hati yang penuh dengan borok. Begitukah engkau memperlakukan hati seseorang? Jangan-jangan diriku adalah yang kesekian orang yang pernah engkau sakiti dalam hidup ini, jika sekiranya benar, mungkin sakit ini sudah engkau perhitungkan dan memang engkau tidak akan mempunyai hati bila dirimu sendiri tidak mengalami akan perdihnya disayat belati tajam yang penuh racun, yang akan mematikan kita secara perlahan-lahan. Inilah pilihan yang engkau dapatkan dari petualanganmu selama ini? 

Disini saya mengis tanpa air mata, seakan air mataku sudah kering kerontang, sudah habis terkuras akan kepahitan yang kau berikan. Mungkin seperti itu sifat perilakumu yang sepertinya bagai bidadari yang kelihatan anggun, namun berhati srigala. Engkau perempuanku yang tak akan kumiliki, walau dalam mimpi sekalipun, berat igau yang akan daku hempas dalam menyekat pembaringan dalam mimpi ini.

Malam ini masih sepi, redup seperti redup lampu lima watt ini. Akan kupandangi sampai pajar tiba sebab diriku akan seperti ini selamanya bila perempuan itu memiliki hati yang keras sekeras batu karang yang ada di lautan luas.

Saat ini ingin rasanya saya pergi persama malaikat ke langit yang ketujuh walautak akan kuraih sampai mati seklipun. Ini demi jauh darimu, demi hilangnya rindu ini padamu, kuingin amnesi padaku saat ini. Biarlah diri ini menjadi dungu, tolol, dihadapmu, akan kuraih engkau di surga nanti, dan tak akan saya lepas bila engkau menjadi pendamping dalam Firdausku.

Sapen, 23.30 PM WIB
 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Coretanku # Rabu, 30 November 2005"

Post a Comment