Sudah lama saya tidak menuangkan pikiran di atas kertas putih ini. Uh, rindu rasanya sekedar berbincang-bincang dengan benda mati ini, ada semacam keinginan untuk kembali dalam perenungan yang nyata. Seakan setahun saya tidak menemukan bicang hati yang sangat sabar dalam keinginan hati ini.
Detik ini, menit ini akan saya rampungkan kegelisahan selama hari-hari yang telah kulalui dengan kejenuhan asmara, dan naifnya hidup ini tanpa batas kerinduan pada Ilahi pula. Benda mati yang sedang kutatap ini adalah benda kesayanganku bukan berarti saya memujanya atau pun menuhankan dia sebagai Tuhan, tidak akan mungkin saya menjadi seorang yang musyrik akan keagungan sang Ilahi yang setiap menit kucumbu dengan ibadahku, kupeluk dengan dikirku, dan kudekap dengan puasaku dibulan Ramadhan. Selaksa saya menemukan jingga di ufuk timur, kembali menemukan benda mati milik kapitalis ini, akan kurengkuh segala bentuk ambisi ini lewat kepak sayap kepiawaianku.
O, bukan berarti saya tidak memberikan ruang hati ini untuk tidak menjadi kreatif melainkan ada semacam keingian dalam hal hayalan mampu memberikan dorongan bagi diri ini sebagai asmara yang terpendam pada orang terkasih yang tentunya lebih menjamin akan hidup di dunia dan di akherat. Tetapi, tak perlu saya ceritakan hal ihwal asmaraku dengannya, melainkan akan prosesnya jiwa ini untuk mengenang perempuan yang berwujud bidadari itu. Namanya tak perlu saya sebut, hanya Tuhan, dan saya yang tahu, selain itu pasti setan atau iblis yang mencoba menggoyahkan keimananku untuk tidak berada dalam jalur koridor yang Mahatinggi
Selama ini saya baru menemukan hal yang ganjil dalam hidup ini, tanpa sadar wajahku terjerembab jurang nestafa kerinduan yang tiada mungkin saya gapai dalam kenangan Ilahi. Perempuan berkerudung itu sulit saya dapatkan wajahnya di alam nyata, namun dalam ingatan dan lamunanku dengna begitu mudahnya saya mendapatkanya, entah perintah atau keingan sesaat saja saya memiliki rasa seperti itu. Tidak ini adalah sebuah karunia dari Tuhan yang tak mungkin saya pergunanakan untuk memiliki barang materi sebab semua ini hanya pada seorang yang dipilih oleh Tuhan.
Sudahlah saya tidak akan panjang lebar untuk berkomunikasi tiada ujungnya, sebab sekarang detik ini, diri ini akan memberikan sedikit suatu bagi keinginan ruang hati wajah perempuan berkerudung itu yang sering membekas dalam lamunan dan hanyalan malamku. Ingin rasanya saya berterus terang bahwa jasad ini sering merindukannya, mendambakannya, namun lagi-lagii hati kecil ini mengatakan bahwa sesungguhnya waktu sekarang bukan hal yang tepat, esok atau lusa engkau pasti mendapatkanya. Amien.
Sudah hampir dua minggu ini saya merasa diri ini dalam pasungan sangkar emas. O, bukan sangkar emas yang kumaksud itu terlalu besar untuk perbandinganku.
Wajah perempuan berkerudung itu tidak segan-segan untuk tidak bersua kembali dengna daku, betapa malang hati ini dihempas bagai ombak di lautan luas. Namun, semua ini tidaklahuntuk tidak menyurutkan pengertian atas keteledoran diri ini atas kesalahanku tempo dulu terhadapnya.
Idealis atau pun apa, yang jelas saya tidak setuju bahwa dirinya akan membentuk seperti itu, sebab akan membelenggu sepanjang hidupnya bila pragmatis tidak terpenuhi akan dirinya sendiri. Malang sudah diri ini, penyekatan rindu sekan berlaku, keinginan bertemu tertutup pada perjuangan asmara yang tak mungkinkkuraih barang sekejap, atau setahun, bahkan seabad sekalipun, sebab kami merasa terlalu muda untuk melakukan perbuatan asmara itu, jangankan seperti itu kuliahpun tidak akan terpenuhi bila jiwa ini kotor akan hal semacam itu.
Teruntuk perempuan yang saya maksud, bukan seeprti itu saya memeberikan suatu ketidak cocokan untukmu, melainkan keindahanku memang seperti itu yang mampu saya lakukan, demi suatu tujuan akan terbuktinya bahwa diri ini adalah seorang martir yang perlu engkau perhitungkan.
Kutunggu engkau dalam keingianan wujud nyataku, setelah saya diwisuda.
Sapen, 22.34 PM WIB
0 Response to "Coretanku # Selasa, 29 November 2005"
Post a Comment