Perempuan berwajah ayu itu, kembali kutemukan di sudut di dekat tembok, dia tertunduk seolah memikirkan sesuatu, tapi bukan dia sedang menulis sesuatu. Tanpa ada celoteh dan tan ada sesuatu yang membuatnya berbisik dia pun menegadah
ke arah depan mendengarkan dosen. Ah, ini sungguh rejeki nomplok, walaupun bukan uang segepok. Sepuasnya saya memberikan kemanjaan pada mata ini, memandang, menelaah seperti jika saya sedang menyelesaikan resensi, sungguh permukaan wajah yang sangat ayu bagi ukuran saya.
Kutatap dan terus kupandangi perempuan berwajah ayu itu, seolah hati ini tak puas dengan keadaan pada dirinya. Bajunya bermotif kembang-kembang merah berpadu dengan putih, dan berkerudung putih pula. Namun, itu hanya beberapa menit saja saya nikmati, keindahan itu hilang bersama hilangnya waktu untuk peretemuan hari itu. Kelas pun bubar dan saya tak berani untuk sekedar bersapa ria denganya.
Siangnya kira-kira pukul 13.00 WIB, seolah tak percaya perempuan itu kembali duduk seperti semula namun bukan di sudut di dekat tembok, tetapi dia berada di tengah-tengah orang menikmati kedudukannya, namun saya berada di depan keindahan tak dapat saya hidangkan pada saat itu.
Dengan bermodal kenekatan mata ini pun memandangnya. Lumayanlah untuk sekedar cuci mata. Sial, si dosen tambun itu menghalanginya, sungguh postur tubuh sangat gembrot dosen keturuan Arab itu hingga tubuhnya menghalangi bentuk kencantikan poerempuan berwajah ayu itu tak nampak dari pandanganku, tapi itu hanya berlangsung beberapa detik, si tambun pun beranjak dan berhenti di atas kursi empuknya. Saya pun mulai mencuri pandangannya, dan saat mata ini dengan asyiknya memandangnya, dia pun sadar bahwa diriku sedang memahat hatinya, dan beradulah pandangan dua lawan jenis. Kulemparkan senyuman mautku, sial perempuan itu hanya mampu memandang dengan tatap kosngnya. Tak memberikan respon sedikitpun. O, sungguh perempuan yang snagat kejam, keterlaluan, tak biasa saya diperlakukan hal semacam itu.
Dan kahirnya saat itu pula saya putuskan untuk tidak menatapnya kembali. Sungguh hati ini ingin sekali membalas kelakuannya.
Datanghlah ucapan si tambun untuk mengakhiri pertemuannya, akhirnya saya pun berlenggang untuk menuju ke halaman di mana kuda besi ku di parkirkan, perempuan itu pun kembali berpapasan namun sayang saya tak melakukan hal sebodoh seperti di dalam kelas.
Perempuan berwajah ayu, saya tidak bisa untuk diperlakukan semacam itu. Engkau akanmengerti bila engkau menelaah hati ini, seperti engkau menelaah quran dan hadits. Engkau pati mengerti apa yang ada dalam benakku.
Engkau akan menjadi orang yang terbodoh bila engkau menyia-nyiakan perasaanku. Percayalah ini bukan suatu hisapan jempolku, ataupun ancaman. Ini suatu bukti.....
Sapen, 22:46 pm wib
0 Response to "Coretanku # Senin, 10 Oktober 2005"
Post a Comment