Perawan berwajah ayu itu masih menatapku, sepertinya ingin berbagi keluh kesah atas ketidakadilan hidup ini, mungkin! Ingin berbagi tentang ujian mid semester yang sebentar lagi akan tiba, mungkin! Atau dia ingin berbagi cerita tentang mimpinya semalam, yang merasa bahwa dirinya seperti Cinderela yang mengharapkan sang Pangeran yang akan datang menjemputnya, mungkin juga! Atau dia berhayal, dia berada di dalam sebuah kamar berAC, kasur empuk berseperai kain sutera indah bermotif kembang-kembang, putih bersih, bantal guling yang indah, dan dengan suasana yang sangat menyejukkan, mungkin! Sebab matanya makin sayu, namun tetap membuat dirinya seperti perempuan pilihanku, kuharap dia merasakan tatapan mataku.
Tetapi, rasanya bukan semua alasan itu dia menatapku, saya yakin dia mengantuk, atau lagi gelisah, kecewa, dongkol, atau rindu ingin bersua dengan pacarnya yang jauh dari kampung halamannya, orangtuanya, tetangganya, atau jangan-jangan dia simpatik terhadap diriku ini yang sederhana? Entahlah.
Dia duduk diantara deretan bangkuku, namun dia berada di seberang jauh bersama-sama sahabat perempuanya. Tentu jika sekiranya, dia berada di sampingku, akan saya pandang mata sayunya itu. Tetapi mata ini tak bisa berpaling jika seandainya dirinya membutuhkan tatapan manisku.
Wajahnya berseri, namun sayu seperti orang baru bangun tidur, tapi tidak ada belekan. Kuingin mendekatinya, menanyakannya, ada apa gerangan sehingga termenung dengan tatapan kosongnya, tetapi rasanya saya tidak mungkin untuk sekedar melakukan hal seperti itu. Dosen tambun itu masih mengoceh dengan teori cybernetnya. Rasanya ingin cepat saya keluar dalam ruangan pengap itu, tetapi tentunya dengan perempuan itu.
Seandainya saya mempunyai ilmu untuk menghilang, saya akan ajak dia keluar, lantas ke Kopma sekedar minum es teh, atau es jeruk kecut untuk melepas lelah, kemudian saya ajak dia ke kos, saya kenalkan dengan ibu kos, tetangga kos dan ngobrol sepuasnya, tentunya berdua dan bukan bersama ibu kos apalagi tetangga kos saya itu, sampai saya menemukan kegelisahan dia. Ah, itu juga tidak akan mungkin sebab jam masih menunjukan pukul 13.30 Waktu Indonesia bagian Barat, kadar waktu belajar masih diperlukan, waktu teng untuk keluar masih satu jam setengah lagi. Wow, sungguh mata kuliah yang membosankan, tetap saja si tambun itu masih ngoceh dengan bahasa fasih Arab dan Englishnya. Tak apalah kita berhayal masing-masing.
Kembali perempuan itu menatap papan tulis yang berwarna putih kusam, seolah ingin memperhatikan keseriusan apa yang akan terjadi setelah mid semester atau ujian akhir semester. Saya melirik setengah pasang mata sekan juling mata ini.
Tak lama lima menit matanya yang sayu dan bening itu sekilas menerkam wajahku, kukilah dengan membuka buku dan goresan pena tak karuan, dan hasilnya pun cukup menggembirakan dia pun mengalihkan perhatiannya ke lelaki tambun itu lagi. Uh, capeknya bukan main dengan permainan ini. Sungguh capek tapi punya tantangan. Kalau saya berucap bohong dan tuan tidak percaya dengan permainan ini, silahkan coba. Mencuri pandang dengan membuang gengsi sangat mengasyikan.
Sejurus kemudian, dia lengah dengan pengawasan dirinya, saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Saya menatap penuh khidmat, cukup lama saya melakukan hal seperti itu. Entah setan atau iblis dari mana saya pun kecolongan, seakan kaku leherku bagai terpaku oleh paku roreng, akhirnya pandangan dua sejoli pun tak mampu untuk di sekat. Saya tatap matanya, pun halnya dia melakukan. Secepat kilatpun, dia menghindar dengan membacakan solawat badar atau pun istigfar, seolah dia rugi dengan kejadian itu. Ya ampun, apa mungkin dia seperti itu?
Saya menundukan kepala, mencoba untuk berkonsentrasi pada ocehan si tambun. Tak lama dari itu pun, tatapan dia menerobos dalam relung retina mataku. Kembali mulutnya pun mengucap asma Allah, seolah saya ini adalah seorang yang tak patut untuk menatapnya, ingin rasanya saat itu saya menjadi nyamuk ataupun semut, kemudian merangkak dan berlari mencari lubang untuk bersembunyi, hanya untuk sekedar menghindar dari tatapannya dan tidak mau bersua kembali. Semoga dugaan ini bukanlah suatu kevalidan, namun perasaan burukku saja.
Dan akhirnya, alhamdulillah, puji syukur, haleluya, ternyata si tambun mengakhiri ocehannya. Secepat kilat, saya tunggangi kuda besi dan beralalu, berharap tatapan wajah perempuan itu hilang dalam beberapa jam, saat ini esok, pun lusa. Tapi ini pun tak mungkin besok saya bertemu kembali dalam satu kelompok, untuk mempresentasikan resumku, adakah kecocokan saya sama dia? Lihat saja besok.
Untuk perempuan yang hitam manis, jangan ge er ya. Kuakui malam ini, seolah malam yang sangat lambat untuk saya lalui, jujur bayang wajahmu melekat, bukan tanpa sebab, saya bermain dengan asap dan akan menimbulkan api. Entah esok atau lusa kita bisa bermain dengan cantik dalam tatapan yang lebih asyik lagi.
Sapen, 23.31 WIB
0 Response to "Coretanku # Senin, 03 Oktober 2005 "
Post a Comment